PENGARUH MEANINGFUL
LEARNING DENGAN MEDIA VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
KOLOID DI SMA NEGERI 1 TANJUNGBALAI
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh :
Rafizanisa Fahmi
NIM 071244310108
Program Studi Pendidikan Kimia
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar
Sarjana Pendidikan
JURUSAN
KIMIA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
MEDAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya ilmu kimia
merupakan salah satu ilmu pengetahuan alam (IPA) yang memegang peranan penting
serta pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan dan kemajuan teknologi.
Bidang studi ini memiliki peran penting dan banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, seperti bahan makanan, minuman, pakaian bahkan industri. Melihat
begitu pentingnya kimia dalam kehidupan manusia dan teknologi para siswa baik
dari sekolah menengah bahkan sampai perguruan tinggi perlu dibekali pengutan
kemampuan kimia, agar mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi yang saat
ini prioritas pembangunan.
Namun sisi lain kimia juga
dapat dikategorikan ke dalam ilmu yang kaya akan konsep yang bersifat abstrak,
sifat keabstarkan inilah yang menjadi penyebab kesulitan siswa dalam menyenangi
untuk selanjutnya memahami pelajaran kimia. Konsep ilmu kimia mempunyai tingkat
keabstrakan yang tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang sangat baik
dalam memahami konsep yang terdapat dalam pelajaran kimia (Rumansyah, 2002).
Salah satu contoh materi dalam
kimia yang bersifat abstrak adalah pada materi koloid. Koloid merupakan salah
satu materi kimia di kelas XI SMA yang luas dengan konsep dan uraian. Pada
materi ini, tidak terdapat penggunaan dan penerapan rumus, atau pemikiran
serius dalam pemahamannya. Namun, hampir sebagian besar siswa menunjukkan hasil
belajar yang kurang memuaskan. Hal ini dibuktikan dari hasil observasi di SMA Negeri 1 Tanjungbalai.
Berdasarkan observasi data ujian formatif siswa tahun 2010 semester 2 di kelas
XI IPA, dengan nilai ketuntasan minimum 70, hanya 33,33% siswa yang lulus KKM.
Rendahnya hasil belajar siswa
dikarenakan dalam mempelajari koloid, mereka mengandalkan hafalan tanpa memahami apa yang mereka hafal. Hal
ini tidak akan dapat bertahan lama untuk mengingatnya. Salah satu cara yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan implementasi teori
belajar bermakna (Meaningful Learning).
Ausubel mengemukakan teori
belajar bermakna (Meaningful Learning).
Pengetahuan disebut bermakna apabila dapat tahan lama diingat siswa.
Belajar akan lebih bermakna jika ada
hubungan pelajaran yang baru dengan apa yang ada di dalam sturktur kognitif
anak (Tambunan dan Simanjuntak, 2009).
Pengajaran kimia dengan
mengimplementasikan teori Ausubel secara khusus telah dilakukan oleh Pasaribu
(2005) pada pokok bahasan sifat koligatif larutan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengajaran tersebut dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang sifat
koligatif larutan sebesar 20,8%.
Penelitian lain, Batubara
(2007) menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran konsep perhitungan kimia.
Hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan teori Ausubel akan meningkatkan
pemahaman siswa dalam mengerjakan soal-soal perhitungan kimia sebesar 11,73 %.
Pemahaman siswa pada materi
sifat koligatif larutan dan konsep perhitungan kimia terbukti meningkat dengan
mengimplementasikan belajar bermakna dari teori Ausubel. Untuk itu, penulis
tertarik untuk mengimplemen-tasikan teori belajar bermakna (Meaningful Learning) Ausubel pada materi
yang sama sekali tidak ada penggunaan rumusnya, yaitu koloid.
Pembelajaran bermakna (Meaningful Learning) cocok diterapkan
pada materi koloid, karena materi koloid dapat dihubungkan dengan materi
sebelumnya yakni tentang penggolongan materi, sehingga informasi akan diperoleh
siswa secara tersturktur. Dengan menghubungkan suatu informasi dengan informasi
sebelumnya, maka informasi baru akan lebih mudah untuk diingat.
Dalam implementasi teori
belajar bermakna Ausubel, diterapkan advance
organizer di dalam pembelajarannya. Advance
organizer adalah sebuah model pembelajaran yang membantu para siswa untuk
mengorganisasikan informasi yang menyambungkan ke struktur kognitif yang lebih
luas.
Implementasi Meaningful Learning pada materi koloid terbukti
berpegaruh positif terhadap keberhasilan belajar siswa, dengan persen
efektifitas sebesar 43,34% (Naibaho, 2010). Namun, advance organizer dalam penelitian ini dilakukan hanya dengan meberikan
informasi verbal. Untuk itu penulis tertarik untuk menambahkan media visual
pada advance organizer untuk
memudahkan siswa dalam memahami konsep dan menghubungkannya dengan konsep
sebelumnya. Karena pada dasarnya anak akan lebih mudah mengingat setiap apa
yang ia lihat.
Bertolak dari latar belakang
tersebut, penulis melakukan penelitan dengan judul, ”Pengaruh Meaningful Learning
dengan Media Visual Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Koloid di SMA Negeri
1 Tanjung balai T.A 2010/2011”
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini
untuk mengetahui pengaruh meaningful
learning dengan media visual terhadap hasil belajar siswa pada materi
koloid di SMA Negeri 1 Tanjungbalai T.A 2010/2011.
1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: ”Apakah hasil belajar kimia siswa yang dibelajarkan dengan implementasi
meaningful learning lebih tinggi
daripada yang dibelajarkan dengan pengajaran konvensional pada pokok bahasan
koloid di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tanjungbalai”
1.4. Batasan Masalah
Hal-hal terkait dalam masalah di atas,
dibatasi sebagai berikut :
1. Siswa SMA yang diteliti adalah siswa kelas
XI IPA SMA Negeri 1 Tanjungbalai Tahun Ajaran 200/2011 semester genap
2. Pembelajaran kimia tersebut adalah
pembelajaran pada materi koloid
3. Siswa yang diteliti hanyalah siswa yang
diajar oleh guru yang sama
1.5.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar kimia siswa yang dibelajarkan
dengan implementasi meaningful learning
lebih tinggi daripada yang dibelajarkan dengan pengajaran konvensional pada
pokok bahasan koloid di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tanjungbalai”.
1.6.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini adalah:
1. Memberikan pembelajaran yang bermakna bagi
siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa terutama pada materi koloid
2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam
bidang pendidikan khususnya dalam pengaplikasian teori belajar di lapangan.
3. Sebagai masukan bagi pihak sekolah dalam
rangka mengupayakan proses pembelajaran kimia yang efektif
4. Menambah informasi ilmiah dan sumber
referensi bagi penelitian selanjutnya
1.7.Defenisi Operasional
a) Meaningful Learning
Meaningful Learning
adalah pembelajaran bermakna, suatu proses di mana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
b) Media Visual
Visual diartikan learning by observing and picturing
(belajar dengan mengamati dan mengambarkan). Media visual yaitu media yang
hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara.
c) Hasil belajar
Hasil belajar ialah hasil yang
diperoleh setelah melalaui proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, hasil
belajar adalah nilai gain ternormalisasi.
d) Materi Koloid
Materi pelajaran kimia SMA kelas XI semester 2 yang membahas tentang pengertian koloid, jenis
koloid, sifat koloid, kegunaan koloid, dan pembuatannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Belajar Menurut Ausubel
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi.
Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran
disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua
menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada stuktur
kognitif yang ada (Dahar,
1996).
Pada dimensi pertama,
informasi dapat dikomunikasikan pada siswa dengan cara penemuan dan penerimaan.
Cara penerimaan menyajikan informasi itu dalam bentuk final. Cara penemuan
mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang
akan diajarkan. Dalam dimensi kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan
informasi itu pada pengetahuan yang telah diketahuinya dalam hal ini telah
terjadi belajar bermakna, akan tetapi siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba
menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan konsep konsep yang
telah ada dalam struktur kognitifnya , dalam hal ini terjadi belajar hafalan
Gambar 2.1. Bentuk-bentuk belajar bermakna
(menurut Ausubel & Robinson, 1969)
Menerima dan menemukan (reception dan discovery) adalah langkah pertama dalam belajar. Langkah kedua
adalah usaha mengingat atau menguasai apa yang dipelajari itu agar kemudian
dapat dipergunakan. Jika seseorang berusaha menguasai informasi baru itu dengan
jalan menghubungkannya dengan apa yang telah diketahuinya, terjadilah belajar bermakna. Jika seseorang hanya berusaha mengingat
informasi baru itu, terjadilah menghapal (Slameto, 2010).
2.1.1.1. Belajar Bermakna (Meaningful
Learning)
Belajar bermakna merupakan
inti dari teori Ausbel. Untuk dapat menerapkan teori Ausubel dalam mengajar
sebaiknyalah kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Ausubel dalam bukunya
yang berjudul ”Education Psychology : A
Cognitive View”. Pernyataan itu berbunyi: “The most important single factor
influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and
teach him acordingly”. Dalam bahasa kita kurang lebih pernyataan itu berbunyi :
“Faktor yang paling mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui oleh
siswa. Yakinilah ini dan ajarkan ia demikian.” Pernyataan ausubel inilah yang
menjadi inti teori belajarnya, agar terjadi belajar bermakna konsep baru atau
informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam
struktur kognitif siswa (Dahar,1996).
Proses
mengintegrasikan informasi atau ide baru ke dalam struktur kognitif yang telah
ada disebut subsumi. Ada dua macam subsumi yaitu : (1) subsumi derivatif, bila
informasi atau ide baru adalah kasus khusus yang membantu atau menerangkan ide
yang telah dipunyai; dan (2) subsumi korelatif, bila ide (informasi, konsep,
dan sebagainya) yang baru mengubah ide (informasi, konsep, dan sebagainya) yang
telah dipunyai. Subsumi ini bermanfaat untuk memperkuat belajar dan mencegah
lupa (Slameto, 2010).
2.1.1.2. Belajar Menghafal
Belajar menjadi hafalan
apabila tidak ada hubungan informasi baru yang diterima dengan apa yang ada di
struktur kognitif anak (dalam pikiran anak) sehingga cepat lupa. Struktur
kognitif, susunan pengetahuan, atau isi dalam pikiran anak adalah dasar untuk
menghubungkan dan menguatkan informasi baru kognisi anak yang datang dari luar.
(Tambunan & Simanjuntak, 2009).
Dalam menghafal, ada beberapa
syarat yang perlu diperhatikan, antara lain: mengenai tujuan, pengertian,
perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh
syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal
tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau, dan
menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia. Siswa lebih senang dengan cara
menghafal, karena antara lain: (1) belajar dengan cara menghafal adalah yang
paling sederhana dan mudah; (2) adanya kecemasan/ perasaan tidak mampu
menguasai bahan, sebagai pemecahannya maka bahan dicoba dikuasai dengan
menghafalkannya; (3) adanya tekanan pada jalannya pelajaran, untuk menutupi
kekurangan-kekurangan dibatasi dengan menghafal; (4) pengalaman dan kebiasaan
(Djamarah dan Zain, 2006).
2.1.2. Media Pembelajaran
Kata “media” berasal
dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara
harafiah berarti “perantara” atau “pengantar”. Dengan demikian, media merupakan
wahana penyalur informasi belajar.
Media
pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar ikut membantu guru memperkaya
wawasan anak didik. Aneka macam bentuk dan jenis media pembelajaran yang
digunakan oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi anak didik. Dalam
menerangkan suatu benda, guru dapat membawa bendanya langsung ke hadapan anak
didik di kelas. Dengan menghadirkan bendanya seiring dengan penjelasan mengenai
benda itu, maka benda itu dijadikan sumber belajar.
Akhirnya,
dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu dalam proses belajar mengajar. Dan
gurulah yang mempergunakannya untuk membelajarkan anak didik demi tercapainya
tujuan pengajaran. Guru yang pandai menggunakan media adalah guru yang bisa
manipulasi media sebagai sumber belajar dan sebagai penyalur informasi dari
bahan yang disampaikan kepada anak didik dalam proses belajar mengajar
(Djamarah dan Zain, 2006).
2.1.2.1. Media Visual
Visual diartikan learning by observing and picturing
(belajar dengan mengamati dan mengambarkan). Media visual yaitu media yang
hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara (Sanjaya, 2006).
Levie & Leintz
mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu (a)
fungsi atensi,yakni menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk
berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang
ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran; (b) fungsi afektif, yaitu
menggugah emosi dan sikap siswa; (c)
fungsi kognitif, yaitu memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan
mengingat informasi atau pesan yang terkandung ; dan (d) fungsi kompensatoris,
yaitu memberikan konteks untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat
menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan
secara verbal (Arsyad, 2009).
Media visual terbagi dalam 2
bagian, yaitu media yang tidak diproyeksikan dan media proyeksi.
A.
Media yang tidak diproyeksikan
Media ini
memiliki beberapa bentuk, antara lain:
a. Media Relia
Media
realia adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang
kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media
realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa.
b. Model
Model
adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau
pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi
kendala tertentu sebagai pengganti realia.
c. Media Grafis
Media grafis tergolong media visual yang
menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah
menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu
fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan
verbal. Jenis-jenis media grafis adalah: (1) Gambar/foto : paling umum digunakan
; (2) Sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok
tanpa detail ; (3) Diagram/skema : gambar sederhana, menggunakan garis dan simbol
untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar ; (4) Bagan
/ chart : bagan yang mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari
penyajian ; dan (5) Grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik,
simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif.
B. Media
Proyeksi
Media ini
memiliki beberapa bentuk, antara lain:
a. Transparansi OHP
Transparansi
OHP merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang
kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus
membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak
(Overhead transparancy / OHT) dan perangkat keras (Overhead projector / OHP).
b. Film bingkai/slide
Film
bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi
bingkai 2x2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah
satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya
kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah biaya
produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk menyajikan
dibutuhkan proyektor slide.
2.1.3. Kelebihan dan Kekurangan Media Visual
Kelebihan media visual: (1) Menarik,
karena memungkinkan penyajian yang variatif dan disertai dengan gambar dan warna;
(2) Perbaikan / revisi mudah dilakukan; (3) Pembuatannya mudah dan harganya
murah; (4) Dapat digunakan untuk menyajikan pesan di semua ukuran ruangan kelas;
(5) Tatap muka dengan siswa selalu terjaga dan memungkinkan siswa untuk
mencatat hal-hal yang penting; (6) Dapat menyajikan pesan yang banyak dalam
waktu relatif singkat.
Kekurangan media visual: (1) Hanya
berupa sesuatu yang dilihat,sehing-ga untuk memahaminya secara tepat diperlukan
konsentrasi penuh; (2) Pemaham-an yang kurang tepat dari penyajian suatu objek
dapat menimbulkan kesalahan persepsi; (3) Memerlukan kreatifitas agar dapat
membuat media visual yang menarik; (4) Memerulukan biaya produksi yang mahal,
bila media visual merupa-kan media cetak. (Airlangga,dkk,2008,http://periodismonline.wordpress.com/
200801/29/kekurangan-dan-kelebihan-media/ diunduh pada tanggal 23 Februari
2011 pukul 21.33)
2.1.4. Koloid
A. Pengertian Sistem Koloid
Koloid adalah suatu bentuk
campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi. Untuk memahami sistem koloid, marilah kita
membandingkan tiga jenis campuran berikut yaitu campuran gula dengan air,
campuran tepung terigu dengan air dan campuran susu dengan air.
Apabila kita campurkan gula
dengan air, ternyata gula larut dan diperoleh larutan gula. Di dalam larutan,
zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil sehingga tidak
dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunakan mikroskop ultra.
Larutan bersifat kontinu dan merupakan system satu fase (homogen). Ukuran
partikel zat terlerut kurang dari 1 nm (1 nm = 10-9 m). Larutan
bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring.
Di pihak lain jika kita campurkan tepung
terigu dengan air ternyata tepung terigu tidak larut. Walaupun campuran ini
diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi).
Campuran seperti ini disebut suspensi. Suspensi bersifat heterogen, tidak
kontinu sehingga merupakan sistem dua fase. Ukuran partikel tersuspensi lebih
besar dari 100 nm (Purba,2006).
Gambar 2.2 Air susu tampak homogen secara
makroskopis, namun pada tingkat mikroskopis bersifat heterogen
Selanjutnya jika kita
campurkan susu dengan air, ternyata susu "larut" tetapi
"larutan" itu tidak bening melainkan keruh. Jika didiamkan campuran
itu tidak memisah dan juga tidak dapat dipisahkan dengan penyaringan (hasil
penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis campuran ini tampak homogen. Akan
tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra ternyata masih dapat dibedakan
partikel-pertikel lemak susu yang tersebar di dalam air. Campuran seperti
inilah disebut Koloid. (Purba,2006)
Tabel 2.1.
Perbandingan Umum Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi
No
|
Larutan
|
Koloid
|
Suspensi
|
1.
|
Homogen
|
Heterogen
|
Heterogen
|
2.
|
Stabil
|
Umumnya stabil
|
Tidak stabil
|
3.
|
Satu fase
|
Dua fase
|
Dua fase
|
4.
|
Ukuran partikel < 1 nm
|
Antara 1-100 nm
|
Lebih dari 100 nm
|
5.
|
Tidak dapat disaring
|
Tidak dapat disaring
|
Dapat disaring
|
6.
|
Jernih
|
Agak keruh
|
Keruh
|
B. Jenis-Jenis Koloid
Koloid memiliki bentuk bermacam-macam, tergantung
dari fasa zat
pendispersi dan zat terdispersinya. Beberapa jenis koloid (Sutresna, 2005)
Tabel 2.2.
Jenis-jenis Koloid
C. Sifat-Sifat Koloid
Sistem koloid
mempunyai sifat yang khas, yang berbeda dengan sifat sistem dispersi lainnya. Beberapa sifat koloid yang khas
adalah sebagai berikut :
1. Efek Tyndall
Terhamburnya
cahaya oleh partikel koloid disebut Efek
Tyndall. Partikel koloid dan suspensi cukup besar untuk dapat menghamburkan
sinar, sedangkan partikel larutan sangat kecil sehingga tidak dapat
menghamburkan cahaya.
2.
Gerak Brown
Apabila dispersi koloid diamati di
bawah mikroskop dengan pembesaran yang tinggi maka akan tampak adanya partikel
yang bergerak dengan arah yang acak (tak beratutan), gerakan-gerakan tersebut
mempunyai lintasan lurus. Gerakan partikel koloid dengan lintasan lurus dan
arah yang acak disebut gerak Brown.
Gerak Brown ini terjadi karena adanya
tumbukan partikel-partikel pendispersi terhadap partikel terdispersi, dan partikel
terdispersi akan terlontar.
3.
Muatan Koloid
a. Elektroforesis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan
listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik disebut elektroforesis.
b. Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan muatan oleh
permukaan-permukaan partikel koloid. Adsorpsi terjadi karena adanya kemampuan
partikel koloid untuk menarik oleh partikel-partikel kecil. Kemampuan menarik
ini disebabkan adanya tegangan permukaan koloid yang cukup tinggi, sehingga bila
ada partikel yang menempel cenderung dipertahankan di permukaannya.
D.
Pembuatan Sistem Koloid
Ukuran partikel koloid terletak
antara partikel larutan sejati dan partikel suspensi. Oleh karena itu, sistem
koloid dapat dibuat dengan pengelompokkan partikel larutan sejati (kondensasi) atau
menghaluskan bahan dalam bentuk kasar kemudian didispersikan kedalam medium
dispersi.
1. Cara Kondensasi
Dengan cara kondensasi,
partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid.
Cara ini dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks,
reaksi hidrolisis, dan reaksi dekomposisi rangkap, atau dengan reaksi
pergantian pelarut.
a.
Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi
yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Contohnya, pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfide (H2S)
dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S
kedalam larutan SO2.
2H2S (g) + SO2 (aq) 2H2O (l) + 3S
(Koloid)
b.
Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.
Contohnya, pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3.
apabila kedalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3, akan terbentuk
sol Fe(OH)3.
FeCl3 (aq) + 3H2O (l) Fe(OH)3(koloid)
+ 3HCl (aq)
c. Dekomposisi Rangkap
Contoh 1:
Sol
As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3
dengan larutan H2S.
2H3AsO3 (aq) + 3H2S(aq) As2S3(koloid)
+ 6H2O(l)
Contoh 2:
Sol AgCl dapat dibuat dengan
mencampurkan larutan perak nitrat encer dengan larutan HCl encer.
AgNO3 (aq) + HCl(aq) AgCl (koloid)
+ HNO3 (aq)
d. Pengganti Pelarut
Selain dengan cara-cara
kimia seperti diatas, koloid juga dapat terbentuk dengan pengganti pelarut.
Contohnya, apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan
terbentuk suatu koloid berupa gel.
2. Cara Dispersi
Dengan cara dispersi, partikel
kasar dipecah menjadi partikel koloid.
a.
Cara Mekanik
Menurut cara ini butir-butir
kasar digerus dengan lumping atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat
kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium dispersi. Contohnya, sol
belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersma-sama dengan suatu
zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.
b.Cara
Peptisasi
Cara peptisasi adalah
pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan
suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar
menjadi butir-butir koloid. Istilah peptisasi dikaitkan dengan peptonisasi,
yaitu proses pemecahan protein (polipeptida) yang dikatalisis oleh enzim
pepsin. Contohnya, agar-agar dipeptisasi oleh air, Endapan NiS dipeptisasi oleh
H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.
|
Gambar 2.3. Skema
Pembuatan Kedua Proses Koloid
2.1.5. Implementasi Meaningful Learning Media Visual Dalam Mengajar Materi Koloid
Dalam
penerapan teori Ausubel dalam mengajar, ada beberapa konsep dan prinsip yang
perlu diperhatikan, yaitu advance
organizer, diferensiasi progresif,
belajar subordinat, dan penyesuaian integratif (Dahar,1996).
Pengaturan
awal (advance organizer), yaitu mengarahkan para siswa ke materi
yang akan mereka pelajari dan menolong siswa untuk mengingat kembali informasi
relevan yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru.
Pengaturan awal tersebut berisi konsep-konsep atau ide-ide yang diberikan
kepada siswa jauh sebelum materi belajar yang sesungguhnya diberikan.
Pengaturan awal ini sangat berguna dalam mengajarkan materi pelajaran yang
sudah mempunyai struktur yang teratur. Ada tiga hal yang dapat dicapai dengan
menggunakan pengaturan awal, yaitu (1) Pengaturan awal memberikan kerangka
konseptual untuk belajar yang bakal terjadi berikutnya: (2) Dapat menjadi
penghubung antara informasi yang sudah dimiliki siswa saat ini dengan informasi
baru yang akan diterima/dipelajari. (3) Berfungsi sebagai jembatan penghubung
antara struktur kognitif lama dengan struktur kognitif baru.
Kebanyakan
advance organizer berisi materi lama
yang sudah dikenal baik oleh si belajar namun masih mempunyai hubungan dengan
materi yang baru.
Dalam pengimplementasi Meaningful Learning, advance organizer yang
dilakukan dalam penelitian ini yakni dengan mengulang kembali (review) penggolongan materi sebagai
penunjang konsep koloid, untuk mengarahkan kembali konsep-konsep kognitif yang
dimiliki oleh siswa, dan membuat organisasi konsep, dengan bantuan media visual
peta konsep berikut :
Gambar.2.4. Skema Klasifikasi Materi
Difrensiasi progresif. Menurut Ausubel
pengembangan konsep berlangsung paling baik bila dimulai dengan menjelaskan
terlebih dahulu hal umum baru hal khusus dan rinci, selanjutnya penjelasan
disertai dengan contoh. Pada materi koloid, maka akan dijelaskan terlebih
dahulu pegertian koloid, sifat-sifat koloid secara umum dan jenis-jenis koloid
diikuti dengan contoh beserta kegunaan koloid dalam kehidupan.
Belajar Superordinat. Selama informasi diterima dan
diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif, konsep itu tumbuh atau
mengalami diferensiasi. Proses ini dapat berlangsung saat ditemukan hal yang
baru. Dalam pengimplementasi Meaningful
Learning, belajar superordinat yang dilakukan dalam penelitian ini yakni
dengan metode praktikum.
Belajar
bermakna akan terjadi jika siswa mampu mengaitkan konsep yang bersifat logika
abstrak dengan pengalaman nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
skala laboratorium. Melalui kegiatan praktikum, siswa akan mendapatkan konsep
yang dipelajari melalui pengalaman langsung, mengamati, menafsirkan, meramalkan
serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan selama kegiatan praktikum berlangsung.
Penyesuaian Integratif
(Rekonsiliasi Integratif). Kadang-kadang seorang siswa dihadapkan pada suatu kenyataan yang disebut
pertentangan kognitif (cognitive
dissonance). Hal ini terjadi bila dua atau lebih nama konsep digunakan
untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada
lebih dari satu konsep. Untuk
mengatasinya, Ausbel menyarankan agar guru menjelaskan dan menunjukkan
secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan materi yang
dijelaskan terlebih dahulu dan telah dikuasai oleh siswa. Dengan demikian si
belajar akan mengetahui alasan dan manfaat materi yang akan dijelaskan tersebut
(Dahar, 1996).
Dalam
meaningful learning, penyesuaian
integratif pada peneliitian ini dilakukan dengan memberikan peta konsep bagi
siswa sebagai alat evaluasi. Siswa diperintahkan untuk melengkapi peta konsep
dan menjelaskan jawaban yang mereka berikan. Apabila pernyataan mereka kurang
tepat atau salah dari teori yang ada, maka guru akan meluruskan jawaban dan
menjelaskannya.
2.1.6. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang berlangsung pada keadaan biasanya dalam
suatu proses belajar mengajar. Di mana dalam proses pembelajaran tersebut siswa
cenderung sebagai pendengar (menerima/ pasif ). Guru lebih memonopoli kelas.
Akibatnya, siswa kurang bergairah dan kurang berani mengeluarkan ide dan
pendapat karena takut salah. Siswa yang rajin di kelaslah yang lebih aktif dan
menjadi sentral perhatian siswa yang lain maupun guru. Sehingga guru akan lebih
memperhatikan siswa tersebut dan siswa yang lain hampir tidak mampu
mengembangkan potensinya. Hasil belajar yang diperoleh beberapa siswa hasilnya
cenderung memuaskan, sebagian cukup dan banyak juga yang kurang baik. (Djamarah
dan Zain, 2006)
2.1.7. Hasil Belajar
Hasil
dari proses belajar-mengajar tersebut dinamakan hasil belajar. Hasil belajar
tersebut dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak
pengajaran adalah hasil yang dapat terukur seperti yang tertuang dalam raport,
angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah jatuhan. Dampak pengiring
adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, sesuatu transfer
belajar. Perubahan yang terjadi pada proses belajar-mengajar adalah hasil
pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari. Proses yang
dialami terjadi perubahan dalam diri pembelajar diarahkan pada tercapainya perubahan
tersebut. Dengan demikian hasil belajar adalah adanya kemampuan dan perubahan
tingkah laku yang dimiliki seseorang setelah proses pembelajaran.
2.2. Kerangka Konseptual
Koloid merupakan salah satu
pokok bahasan yang dianggap sulit oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1
Tanjungbalai. Hal ini disebabkan karena pokok bahasan ini bersifat abstrak, sehingga
dalam mempelajari koloid, siswa lebih mengandalkan hafalan tanpa memahami apa
yang mereka hafal. Hal ini tidak akan dapat bertahan lama untuk mengingatnya.
Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan implementasi teori belajar
bermakna meaningful learning. Meaningful Learning adalah pembelajaran
bermakna, di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang
sudah dipunyai siswa, sehingga pengetahuan akan lebih tahan lama untuk diingat.
Dalam mengimplementasikan meaningful learning dalam pembelajaran,
ada beberapa konsep dan prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu advance organizer, diferensiasi progresif, belajar subordinat, dan penyesuaian
integratif.
Advance organizer merupakan pengaturan awal yakni mengarahkan para
siswa ke materi yang akan mereka pelajari dan menolong siswa untuk mengingat
kembali informasi relevan yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan
pengetahuan baru. Difrensiasi progresif
yakni menjelaskan terlebih dahulu hal umum baru hal khusus dan rinci,
selanjutnya penjelasan disertai dengan contoh.
Belajar Superordinat artinya
selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur
kognitif, konsep itu tumbuh atau mengalami diferensiasi. Dan penyesuaian integratif (rekonsiliasi integratif)
di mana guru menjelaskan dan menunjukkan secara jelas perbedaan dan
persamaan materi bila terjadi pertentangan kognitif (cognitive dissonance).
Untuk mengoptimalkan meaningful learning dalam pembelajaran,
diperlukan media yang sesuai. Dalam hal ini penulis menawarkan media visual,
yakni media yang disajikan dengan mengutamakan indera penglihatan. Media ini
berupa peta konsep dan media relia (larutan gula, susu, campuran air-kanji)
pada saat memberikan advance organizer,
dan slide-slide powerpoint berisi tabel, peta konsep serta gambar-gambar koloid
dalam kehidupan dalam menyajikan materi untuk menjelaskan diferensiasi progresif konsep.
Pembelajaran bermakna (meaningful learning) ini akan
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran yang biasa
terjadi di sekolah tersebut yakni pembelajaran dengan metode ceremah, tanya
jawab dan penugasan. Pembelajaran bermakna (meaningful
learning) diharapkan memberikan pengaruh positif dan hasil belajarnya
meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
2.3. Hipotesis Penelitian
2.3.1. Hipotesis Verbal
Hipotesis
nol (Ho):
Hasil
belajar siswa yang dibelajarkan dengan meaningful
learning media visual tidak lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar
siswa pada pembelajaran konvensional.
Hipotesis alternative (Ha) :
Hasil belajar siswa yang
dibelajarkan dengan meaningful learning
media visual lebih tinggi dibandingkan dengan
hasil belajar siswa pada pembelajaran konvensional.
2.3.2. Hipotesis Statistik
Ho :
Ha :
μ1 :
Rata-rata gain ternormalisasi hasil belajar kimia siswa kelas eksperimen
μ2 : Rata-rata gain ternormalisasi hasil belajar kimia siswa kelas kontrol
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan
di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tanjungbalai, yang berlangsung pada bulan Mei-Juni
2011, pada semester II Tahun Ajaran 2010/2011.
3.2. Populasi dan Sampel
Menurut Arikunto (2006),
populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tanjungbalai Tahun Ajaran 2010-2011
yang terdiri dari 5 kelas (153 orang).
Sampel adalah sebagian yang
diambil dari populasi (Sudjana, 2005). Pengambilan sampel pada penelitian ini
dilakukan secara purposive, dan diperoleh dua kelas sampel, kelas XI IPA 3 dan
XI IPA 4. Cara purposive dilakukan bertujuan agar siswa yang menjadi sampel
adalah siswa yang diajar oleh guru yang sama sehingga siswa memiliki tingkat
kemampuan kognitif yang sama. Kelas XI IPA 3 dijadikan sebagai kelas eksperimen,
sedangkan kelas XI IPA 4 dijadikan sebagai kelas kontrol.
3.3. Variabel dan Instrumen Penelitian
Variabel penelitian terdiri
dari variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran
meaningful learning dengan media visual. Variabel terikat adalah
variabel yang menjadi akibat dari suatu penyebab. Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah hasil belajar siswa pada pokok bahasan koloid. Variabel kontrol
adalah variabel yang harus dikendalikan dalam suatu penelitian. Variabel
kontrol dalam penelitian ini adalah materi yang diajarkan, buku pegangan
siswa, guru yang mengajar, kurikulum, jumlah jam pelajaran, soal pre test dan
post test semuanya sama.
Instrumen penelitian adalah alat pengumpulan data
yang digunakan untuk mendapatkan data di dalam penelitian yang dilakukan.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar siswa
berupa tes berbentuk pilihan sebanyak 20 butir soal. Setiap soal memiliki 5 option
(a, b, c, d, e) tentang materi pokok bahasan koloid. Setiap jawaban yang benar
diberi skor 1 dan jumlah yang salah diberi skor 0. Pengambilan data dilakukan
diawal (pre-tes) dan diakhir pembelajaran (post-tes). Terhadap soal tersebut
sebelumnya telah dilakukan uji instrumen yakni untuk mengetahui validitas,
realibilitas, taraf kesukaran tes dan daya pembeda tes.
a. Uji Validitas Tes
Validitas
adalah ketelitian dan ketepatan suatu alat pengukur (instrumen) di mana jika
instrumen tersebut digunakan akan memberikan hasil yang sesuai dengan besar
kecilnya gejala yang diukur. Suatu instrumen dikatakan “valid” atau “sahih”
apabila tes tersebut tepat dan teliti mengukur apa yang hendak diukur.
Penentuan validitas butir tes dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi
(koefisien validitas) antara skor butir tes (item) dengan skor total dengan
rumus Product Moment :
rxy
=
Keterangan :
X
= skor butir tes
Y
= skor total
Koefisien validitas
yang diperoleh (rxy) dibandingkan dengan nilai-nilai r tabel Product
Moment dengan derajat bebas (db=N-2) pada α = 0,05, dengan kriteria jika rhitung
> rtabel maka butir tes tersebut dikatakan valid (Silitonga,
2011).
b. Uji Reliabilitas Tes
Uji
ini dilakukan agar tes tersebut mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi
sehingga dapat memberikan hasil yang tepat. Untuk menguji relibilitas, maka
digunakan rumus KR-20 yang dikemukakan oleh Kuder-Richardson yaitu :
Keterangan : n = Jumlah item q
= Kontribusi skor salah (1-p)
S2
= Standar deviasi r11
= Reliabilitas
p = Kontribusi skor yang benar
Kriteria derajat reliabilitas suatu tes
sebagai berikut:
0,80≤α<1 : reliabilitas sangat
tinggi
0,61≤α<0,80 :
reliabilitas tinggi
0,41≤α<0,60 : reliabilitas sedang
0,20≤α<0,40 : reliabilitas rendah
α<0,20 : reliabilitas sangat
rendah
Untuk
menafsirkan harga reliabilitas dari soal maka harga tersebut dikonsultasikan ke
tabel harga kritik rtabel product moment dengan α = 0,05, jika
diperoleh rhitung > rtabel maka soal dinyatakan
reliabel (Silitonga, 2011).
c. Taraf Kesukaran Tes
Untuk
menentukan tingkat kesukaran masing-masing soal digunakan rumus (Silitonga,
2011):
Ket: P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang
menjawab soal dengan benar
T = Jumlah seluruh peserta
tes.
Indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut:
- soal dengan P 0,00-0,30 adalah soal sukar
- soal dengan P 0,31-0,70 adalah soal sedang
- soal dengan P 0,71-1,00 adalah soal mudah
d. Daya Pembeda
Untuk
menentukan daya beda masing-masing soal digunakan rumus:
Ket: D : daya pembeda
BA : banyaknya peserta kelompok atas yang
menjawab soal dengan benar
BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang
menjawab soal dengan benar
JA : banyaknya peserta kelompok atas
JB : banyaknya peserta kelompok bawah
Klasifikasi daya beda (D) yaitu:
D = 0.00-0,20 jelek
D = 0.21-0,40 cukup
D = 0.41-0,70 baik
D = 0.71-1,00 baik sekali
D = negatif, semuanya tidak baik,
jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja
(Silitonga, 2011).
3.4. Rancangan / Desain Penelitian
|
|
|
Gambar 3.1. Skema
Rancangan/Desain Penelitian
3.5.Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara:
1. Mengadakan observasi
Observasi dilakukan untuk mengambil data siswa
dari pihak sekolah sehubungan dengan penentuan sampel dan populasi. Hasil
observasi berupa jumlah siswa populasi dan sampel, daftar nama siswa, jam
belajar siswa, guru yang mengajar di sekolah tersebut dan tersedianya fasilitas
yang mendukung media dalam penelitian ini.
2. Metode Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan
serta alat lain yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,
kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. (Arikunto,
2006). Metode tes digunakan untuk memperoleh data hasil belajar kimia siswa
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, yang dilaksanakan pada pre test dan
post test.
3.6. Teknik Analisis Data
Dalam
penelitian ini data yang diperoleh adalah dari kelas eksperimen dan kelas kontrol
setelah data dari kelas ini diperoleh, maka langkah-langkah yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
- Mentabulasi data yang diperoleh.
- Untuk tiap item dijumlahkan frekuensi jawaban
- Mencari harga X, Y. ∑X, ∑Y, ∑XY, (∑X)2, (∑Y)2 serta simpangan baku
Simpangan Baku :
Untuk
pengolahan data selanjutnya adalah sebagai berikut:
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas diadakan untuk mengetahui normal atau tidaknya data
penelitian tiap variabel penelitian. Dalam penelitian ini, uji normalitas
dilakukan dengan menggunakan uji chi kuadrat.
Pengujian
normalitas data dengan uji chi kuadrat (X2)
dilakukan dengan cara membandingkan kurva baku/standar (A) dengan kurva normal
yang terbentuk dari data yang terkumpul (B). Bila B tidak berbeda secara
signifikan dengan A, maka disimpulkan bahwa B merupakan data yang berdistribusi
normal (Silitonga, 2011).
Langkah-langkah
uji chi kuadrat :
1. Menentukan jumlah kelas interval.
2. Menentukan panjang kelas interval (PK)
dengan rumus :
3. Menyusun data ke dalam tabel penolong
untuk menentukan harga chi kuadrat hitung seperti tabel berikut :
Tabel 3.1. Tabel Penolong Untuk Uji
Normalitas
Interval
|
fo
|
Fh
(dibulatkan)
|
fo-fh
|
(fo-fh)2
|
|
Jumlah
|
X2 =
.....?
|
4. Membandingkan harga chi kuadrat hitung (X2) dengan harga chi kuadarat
tabel pada α = 0,05 dengan db = 5. Jika chi kuadrat hitung (X2) < harga chi kuadrat
tabel maka data tersebut berdistribusi normal.
b.
Uji Homogenitas
Uji
homogenitas dilakukan untuk mengetahui homogenitas data. Pengujian homogenitas
varians data dua kelompok (kelompok sampel dan eksperimen) dilakukan dengan uji
F dengan rumus (Silitonga, 2011) :
Jika Fhit < Ftabel
(α) (db = (n1 – 1) (n2-1)) maka Ho diterima (data homogen).
c.
Uji Gain (Peningkatan Hasil Belajar)
Menurut
Savinainen & Scott (dalam Subagyo,2006), skor pre test dan post test yang
menunjukkan penguasaan konsep dapat dianalisis untuk menentukan gain atau
peningkatannya dengan rumus:
Savinainen & Scott mengklasifikasikan gain sebagai berikut:
g = tinggi : g >
0.7;
g = Sedang : 0.7 >
g
> 0.3;
g = Rendah : g < 0.3;
d.
Uji Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho = µ1 ≤ µ2
Ha = µ1 > µ2
di mana ;
μ1 : Rata-rata gain
ternormalisasi hasil belajar kimia siswa kelas eksperimen
μ2 : Rata-rata gain
ternormalisasi hasil belajar kimia siswa kelas kontrol
Dalam penelitian ini jumlah
siswa kedua kelas sama (n1 = n2), s1 = s2 (homogen),
daerah penolakan Ho (daerah kritis) = t > ta. Jika thitung > ttabel (a) (db = n1 + n2 – 2) maka Ha diterima
(Silitonga, 2011)
Maka teknik statistik yang
digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah analisis uji pihak kanan. Rumus
yang digunakan untuk menghitung statistik t adalah :
Keterangan :
S12 =
nilai varians siswa kelas eksperimen
S22 =
nilai varians siswa kelas kontrol
n1 = jumlah siswa
kelas eksperimen
n2 = jumlah siswa
kelas kontrol
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Analisis Instrumen
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih
dahulu melakukan uji coba soal instrumen untuk mengetahui validitas,
realibilitas, taraf kesukaran tes dan daya pembeda tes.
4.1.1.1.
Uji Validitas
Setelah
dilakukan uji coba tes yang digunakan sebagai instrumen penelitian, dari 40
soal yang ada 24 soal soal yang valid dan 16 soal yang tidak valid (lampiran 9).
Dari 24 soal valid tersebut, 20 soal digunakan sebagai instrumen penelitian.
4.1.1.2.
Uji Reliabilitas
Berdasarkan
hasil perhitungan dari 40 soal yang digunakan untuk diuji coba reliabilitas
(lampiran 10) diperoleh r11 = 0,787. Dengan demikian tes dinyatakan
reliabel karena rhitung > rtabel, di mana rtabel
= 0,355. Tes ini memiliki reliabilitas tinggi.
4.1.1.3.
Uji Tingkat Kesukaran
Untuk
uji tingkat kesukaran (lampiran 11) diperoleh soal dengan kriteria mudah
sebanyak 13 soal, kriteria sedang sebanyak 18 soal dan kriteria sukar sebanyak
9 soal.
4.1.1.4.
Uji Daya Beda
Untuk
uji daya beda (lampiran 12) diperoleh soal dengan daya beda baik sebanyak 10
soal, daya beda cukup sebanyak 10 soal,
daya beda jelek sebanyak 12 soal dan 8 soal yang harus dibuang.
Berdasarkan
hasil uji coba keseluruhan soal instrumen (lampiran 13) maka soal yang
digunakan dalam penelitian ini diambil sebanyak 20 soal yang valid dan reliabel
dengan tingkat kesukaran 4 soal mudah, 13 soal sedang dan 3 soal sukar.
Instrumen ini memiliki daya beda baik dan cukup.
4.1.2. Analisis Data
Data yang
diperoleh dari hasil penelitian adalah nilai pretest kelas eksperimen (lampiran
14), nilai pretest kelas kontrol (lampiran 15), nilai postest kelas eksperimen
(lampiran 16), dan nilai postest kelas kontrol (lampiran 17). Tabulasi dari
keempat data ini dapat dilihat pada lampiran 18.
Berdasarkan
perhitungan rata-rata dan standar deviasi hasil belajar siswa (lampiran 19)
diperoleh rata-rata hasil belajar siswa eksperimen untuk pretest sebesar 39,67
dengan s2 sebesar 80,91; dan untuk post-test sebesar 75,17 dengan s2
sebesar 71,52. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol untuk
pretest sebesar 41 dengan s2 sebesar 76,55; dan untuk post-test
sebesar 62,17 dengan s2 sebesar 75,32. Kemudian dilakukan uji
normalitas dan homogenitas pada masing-masing data.
4.1.2.1. Uji
Normalitas
Uji normalitas
dilakukan dengan menggunakan chi kuadrat ( c2) dengan taraf signifikan α = 0,05 (lampiran 20).
Ringkasan perhitungan uji normalitas data pretest dan posttest kelas kontrol
dan eksperimen dapat dilihat dalam tabel.4.1.
Tabel.4.1. Uji Normalitas Hasil Belajar
(Pretest dan Postest)
Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
Kelompok
|
c2hitung
|
c2tabel
|
a
|
Kesimpulan
|
|
Eksperimen
|
Pre-test
|
6,25
|
11,07
|
0,05
|
Normal
|
Post-test
|
1,65
|
11,07
|
0,05
|
Normal
|
|
Kontrol
|
Pre-test
|
2,75
|
11,07
|
0,05
|
Normal
|
Post-test
|
3,75
|
11,07
|
0,05
|
Normal
|
Pada
pre-test, hasil pengujian terhadap nilai hasil belajar siswa dari kedua
kelompok menghasilkan c2hitung sebesar 6,25 untuk kelas eksperimen dan
2,75 untuk kelas kontrol. Sedangkan pada post-test, hasil pengujian terhadap
nilai hasil belajar siswa dari kedua kelompok menghasilkan c2hitung sebesar 1,65
untuk kelas ekperimen dan 3,75 untuk kelas kontrol. Harga c2tabel dengan derajat kebebasan (db) = 5 dan taraf signifikan (a) = 0,05 sebesar 11,07.
Perbandingan
kedua kelompok pada pre-test dan post-test menyatakan c2hitung < c2tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data nilai hasil belajar siswa
pada kelas kontrol dan kelas eksperimen berdistribusi normal.
4.1.2.2. Uji
Homogenitas
Pengujian homogenitas data
dilakukan dengan uji F. Uji homogenitas data terutama dilakukan untuk kedua
kelompok perlakuan, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol yang bertujuan
untuk mengetahui apakah kedua kelompok siswa yang dijadikan sampel penelitian
memiliki varians data yang homogen dan dapat mewakili populasi yang lainnya.
Hasil pengujian homogenitas data (lampiran 21), secara ringkas dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas
Varian Data
|
Fhitung
|
Ftabel (α = 0,05) (39,39)
|
Kesimpulan
|
Pre-test
|
1,056
|
1,858
|
Homogen
|
Post-test
|
1,053
|
1,858
|
Homogen
|
Tabel
4.2. menunjukkan bahwa dari kedua data baik pretes maupun postes memiliki
varians data yang homogen. Hal ini berarti
bahwa kedua kelas yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat
mewakili kelas lainnya.
4.1.2.3.
Uji Gain (Peningkatan Hasil Belajar)
Uji
gain dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan nilai
pre-test dan post-test yang diperoleh pada masing-masing kelas. Berdasarkan
hasil perhitungan nilai gain siswa (lampiran 22) diperoleh nilai rata-rata gain
untuk kelas eksperimen sebesar 0,582 dengan varians sebesar 0,021. Sedangkan rata-rata gain untuk kelas kontrol sebesar 0,356
dengan varians sebesar 0,026.
Nilai
gain pada masing-masing kelas terbukti berdistribusi normal berdasarkan hasil uji normalitas data gain test siswa kelas
kontrol dan kelas eksperimen (lampiran 23) dan terbukti homogen berdasarkan
hasil uji homogenitas data gain test siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen
(lampiran 24).
4.1.2.4 Uji Hipotesis
Karena terbukti bahwa nilai
gain siswa terdistribusi normal dan homogen maka dapat dilakukan uji hipotesis.
Uji hipotesis dilakukan dengan uji-t pihak kanan. Berdasarkan perhitungan uji
hipotesis (lampiran 25) diperoleh thitung = berada pada daerah penolakan Ho di mana thitung
> ttabel (5,72 > 1,67).
Dari data tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih
tinggi daripada hasil belajar siswa kelas kontrol. Sehingga implementasi meaningful learning dengan media visual
berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.
4.1.3. Nilai Evalusi Siswa
Pada
pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini, dilakukan evaluasi pada tahap
penyesuaian integrasi dalam fase terakhir kegiatan inti meaningful learning. Ada lima jenis aktivitas yang dievaluasi dan aspek-aspek
tersebut diberi skor 1 sampai 5 dengan berpedoman pada format penilaian
evaluasi peta konsep (lampiran 8). Berdasarkan hasil penilaian evaluasi
tersebut (lampiran 26), diperoleh nilai siswa pada pertemuan pertama untuk
kelompok 1 dan 2 memperoleh nilai A dan nilai B untuk kelompok 3,4,5 dan 6.
Pada pertemuan kedua,kelompok 1,2,dan 3 memperoleh nilai A dan nilai B untuk
kelompok 4,5, dan 6. Rekapitulasi hasil penilaian evaluasi peta konsep masing-masing
siswa pada pertemuan I dan II seperti tercantum dalam tabel 4.3. dibawah ini :
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Penilaian
Evaluasi Peta Konsep
Masing-Masing Siswa
No
|
Nama
|
Pertemuan
|
Jumlah
|
Nilai
|
|
I
|
II
|
||||
1
|
AF
|
20
|
20
|
40
|
A
|
2
|
AH
|
16
|
17
|
33
|
B
|
3
|
AR
|
20
|
18
|
38
|
A
|
4
|
CR
|
17
|
19
|
36
|
A
|
5
|
DJ
|
17
|
17
|
34
|
B
|
6
|
DR
|
20
|
20
|
40
|
A
|
7
|
DS
|
16
|
16
|
32
|
B
|
8
|
ES
|
18
|
20
|
38
|
A
|
9
|
FY
|
19
|
17
|
36
|
A
|
10
|
FR
|
17
|
17
|
34
|
B
|
11
|
FP
|
19
|
20
|
39
|
A
|
12
|
FA
|
18
|
19
|
37
|
A
|
13
|
HA
|
18
|
18
|
36
|
A
|
14
|
IS
|
15
|
15
|
30
|
C
|
15
|
IM
|
17
|
18
|
35
|
B
|
16
|
IZ
|
19
|
19
|
38
|
A
|
17
|
KE
|
18
|
19
|
37
|
A
|
18
|
ML
|
18
|
18
|
36
|
A
|
19
|
MP
|
15
|
16
|
31
|
C
|
20
|
MS
|
17
|
16
|
33
|
B
|
21
|
ND
|
19
|
20
|
39
|
A
|
22
|
NA
|
18
|
18
|
36
|
A
|
23
|
RM
|
18
|
18
|
36
|
A
|
24
|
RH
|
15
|
15
|
30
|
C
|
25
|
RR
|
17
|
17
|
34
|
B
|
26
|
SN
|
19
|
20
|
39
|
A
|
27
|
SR
|
18
|
18
|
36
|
A
|
28
|
SA
|
18
|
18
|
36
|
A
|
29
|
SS
|
15
|
15
|
30
|
C
|
30
|
VA
|
17
|
18
|
35
|
B
|
Jumlah
|
1.064
|
||||
Nilai Rata-rata
|
88,67
|
B
|
Berdasarkan data pada tabel 4.3,
maka hasil penilaian evaluasi peta konsep selama menerapkan meaningful learning media visual menunjukkan
bahwa nilai rata-rata evaluasi peta konsep siswa pada kedua pertemuan mencapai
88,67 dengan kategori nilai B.
4.2. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di kelas XI IPA SMA pada dua kelas yang diberikan
perlakuan yang berbeda, dimana kelas kontrol diberikan pembelajaran
konvensional dan pada kelas eksperimen diberikan pembelajaran bermakna (meaningful learning) dengan media
visual. Pada awal penelitian masing-masing kelas diberikan pre-test. Dari hasil
pretes diperoleh hasil belajar siswa pada kelas kontrol yaitu dengan rata-rata 41
dan pada kelas eksperimen dengan rata-rata 39,67. Langkah selanjutnya peneliti
melakukan perlakuan yang berbeda pada masing-masing kelas selama 2 kali
pertemuan. Setelah diberikan perlakuan kemudian diadakan postes untuk
mengetahui hasil belajar siswa. Dari hasil post-test didapatkan nilai siswa
pada kelas eksperimen dengan rata-rata nilai 75,17. dan pada kelas kontrol
diperoleh rata-rata nilai sebesar 62,17. Hasil uji normalitas dan homogenitas
pada masing-masing data pre-test dan post-test kedua kelas menunjukkan hasil
yang homogen dan terdistribusi normal. Dari pre-test dan post-test ini dapat
kita lihat bahwa pada masing-masing kelas terjadi peningkatan hasil belajar
siswa. Oleh karena itu dilakukan uji gain untuk melihat perbandingan
peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dari gain yang ternormalisasi
diperoleh hasil rata-rata gain untuk kelas eksperimen sebesar 0,58 dan untuk
kelas kontrol sebesar 0,36. Dapat kita lihat bahwa peningkatan hasil belajar
siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan peningkatan hasil belajar
siswa pada kelas kontrol.Untuk membuktikan apakah benar-benar ada pengaruh yang
signifikan secara statistik, maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis. Hasil
pengujian diperoleh thitung >
ttabel = 5,72 > 1,67 pada
taraf siginifikansi α = 0,05. Hal ini berarti meaningful learning dengan media visual memberikan pengaruh positif
terhadap hasil belajar siswa di kelas XI IPA pada materi pokok koloid di
semester II SMA Negeri 1 Tanjungbalai T.A 2010/2011.
Meaningful Learning
merupakan pembelajaran bermakna, dimana informasi baru dihubungkan dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Dalam penerapan teori Ausubel ini,
ada beberapa konsep dan prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu advance organizer, diferensiasi progresif, belajar subordinat, dan penyesuaian
integratif. Keberhasilan meaningful
learning dengan media visual sangat tergantung dengan struktur kognitif
siswa.
Advance organizer
merupakan pengaturan awal yang dalam penelitian ini konsep koloid dikaitkan
dengan konsep penggolongan materi yang telah dipelajari sebelumnya di kelas X. Kemudian
diberikan suatu peta konsep sistem koloid untuk mengatur struktur kognitif
siswa tentang apa-apa saja yang akan dipelajari dalam sistem koloid ini.
Selanjutnya dalam mempelajari konsep koloid dilakukan dari yang umum ke yang
khusus mengikuti jalur peta konsep yang telah diberikan pada advance organizer sebelumnya. Hal ini
disebut diferensiasi progresif. Di
sinilah peranan yang besar media. Dengan adanya media visual berupa peta
konsep, siswa akan lebih mudah menghubungkan konsep yang satu dengan yang lain.
Media visual berupa tabel-tabel dan gambar juga sangat memudahkan guru dalam
menjelaskan konsep koloid.
Agar konsep tersebut bermakna,
konsep yang bersifat logika abstrak dikaitkan dengan pengalaman nyata dalam
skala laboratorium. Hal ini disebut dengan belajar subordinat. Dalam penelitian
ini, siswa dibimbing untuk membedakan koloid dengan campuran lain, yakni
larutan dan suspensi ; memahami sifat-sifat koloid dan pembuatannya. Kemudian
kemampuan kognitif siswa disesuaikan dengan konsep yang seharusnya agar tidak
terjadi miskonsepsi. Penyesuaian ini disebut rekonsiliasi integratif. Siswa dalam kelompoknya diberikan suatu
evaluasi berupa peta konsep yang harus dilengkapi. Jawaban yang diberikan siswa
harus disertai alasan. Dari jawaban, alasan, kerja sama dalam kelompok, dan
kemampuan berbicara siswa, guru dapat menilai apakah pemahaman siswa tersebut
sesuai atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai evaluasi
siswa sebesar 88,67 dengan interperetasi nilai B.
Sementara pada kelas yang diberikan pendekatan
konvensional, siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru didepan kelas dan
kegiatan belajar mengajar berpusat pada guru. Hal ini mengakibatkan hanya
sedikit siswa yang aktif dalam proses pembelajaran dan siswa menjadi kurang
bersemangat. Inilah yang mempengaruhi kemampuan siswa yang terlihat dari hasil
belajar kimia yang masih tergolong rendah.
Ditinjau kembali nilai
post-test masing-masing kelas, hasil post-test yang diperoleh siswa pada kelas
eksperimen dengan rata-rata nilai 75,167. Nilai ini telah memenuhi kelulusan
KKM sekolah yang bernilai 70. Hasil belajar siswa pada kelas kontrol diperoleh
rata-rata nilai sebesar 62,167. Nilai ini belum memenuhi kelulusan KKM sekolah
dan sebenarnya perlu dilakukan remedial. Berdasarkan hasil observasi di SMA
Negeri 1 Tanjungbalai dengan pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan
oleh guru kimia di sekolah tersebut dari 153 orang siswa hanya 33,33% siswa
yang memenuhi KKM sekolah. Dan smua siswa yang tidak lulus KKM berasal dari
kelas non unggulan. Artinya pada satu kelas non unggulan hanya sekitar 10 orang
yang lulus KKM. Sehingga rata-rata nilai pembelajaran siswa dalam satu kelas
sebelum dilakukan remedial biasanya memang kurang dari 70. Begitupun dengan
pembelajaran konvensional yang dilakukan dalam penelitian ini. Kemampuan
peneliti dalam mengajar siswa dengan pembelajaran konvensional tidak lebih baik
dibandingkan dengan kemampuan guru kimia di sekolah tersebut sehingga hasil
belajar siswa tetap tidak memperoleh nilai 70 ke atas. Hal ini dapat menjadi
gambaran mengapa pada kelas kontrol yang diberi pembelajaran konvensional belum
memenuhi nilai KKM sekolah.
Berbeda dengan nilai yang
diperoleh dari pembelajaran yang menerapkan meaningful
learning dengan media visual. Hasil belajar siswa dengan pembelajaran meaningful learning media visual memenuhi kelulusan KKM tanpa
dilakukan remedial. Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi pihak sekolah serta
guru-guru untuk menerapkan meaningful lerning
dengan media visual sebagai salah satu inovasi pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan kualitas keberhasilan belajar siswa
Kelebihan meaningful learning ialah semua informasi yang diperoleh akan
terstruktur, sehingga akan lebih mudah diingat dan tidak cepat lupa. Media
visual yang digunakan sangat mendukung keberhasilan pembelajaran ini. Dengan
adanya media visual berupa media relia, siswa dapat melihat langsung perbedaan
koloid dengan larutan dan suspensi. Begitu pula dengan peta konsep yang sangat
berperan dalam membantu mengorganisasikan informasi yang diterima siswa.
Tabel-tabel dan tampilan animasi yang menarik membantu siswa memahami informasi
dan memasukkannya ke dalam struktur kognitif. Dalam meaningful learning siswa bebas berpendapat akan pemahamannya
masing-masing. Setiap siswa akan diberi kesempatan berdiskusi dan menjawab
pertanyaan serta memberikan alasan atas pendapatnya tersebut. Pemahaman siswa
yang kurang tepat akan disesuaikan dan diberi penjelasan oleh guru dalam tahap
penyesuaian integratif. Hal ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional
yang dimonopoli oleh guru. Umumnya siswa akan menjadi pasif dan hanya
mendengarkan penjelasan guru.
Dengan demikian berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Tanjungbalai pada siswa kelas XI
IPA pada materi koloid terbukti bahwa meaningful learning dengan media visual terbukti
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar siswa, dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional.
Temuan Penelitian :
- Hasil belajar kimia siswa yang diberi pembelajaran meaningful learning dengan media visual pada materi koloid di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tanjungbalai T.A 2010/2011 sebelum diberikan perlakuan rata-rata pretest sebesar 39,67 dan setelah diberi perlakuan rata-rata posttest siswa sebesar 75,17 ; dengan rata-rata gain sebesar 0,58 (kategori sedang)
- Hasil belajar kimia siswa yang diberi pembelajaran konvensional pada materi koloid di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tanjungbalai T.A 2010/2011 sebelum diberikan perlakuan rata-rata pretest sebesar 41 dan setelah diberi perlakuan rata-rata posttest siswa sebesar 62,17 ; dengan rata-rata gain sebesar 0,36 (kategori sedang)
- Hasil evaluasi siswa selama mengikuti pembelajaran meaningful learning dengan media visual pada materi koloid di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tanjungbalai T.A 2010/2011 diperoleh nilai rata-rata 88,67 dengan kategori nilai B.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil belajar kimia siswa yang
dibelajarkan dengan implementasi meaningful
learning lebih tinggi daripada yang dibelajarkan dengan pengajaran
konvensional. Meaningful learning
dengan media visual berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa pada
materi koloid di SMA Negeri 1 Tanjungbalai Tahun Ajaran 2010/2011.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian
dan kesimpulan di atas, maka sebagai tindak lanjut dari penelitian ini
disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Para guru agar mengimplementasikan meaningful learning dengan media visual
sebagai salah satu inovasi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas
keberhasilan belajar siswa.
2. Para peneliti yang akan melaksanakan
penelitian agar mengembangkan implementasi meaningful
learning dengan media lain seperti audio visual dan meniliti hubungan
motivasi siswa terhadap pelajaran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Airlangga,dkk,(2008),http://periodismoenlinea.wordpress.com/200801/29/kekurangan-dan-kelebihan-media/ diunduh pada tanggal 23 Februari 2011
pukul 21.33
Anonim,(2009),Teori
Belajar Ausubel,http//www.geogle/teori-belajar-ausubel.html
Arikunto,S., (2006), Prosedur
Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Arsyad,
A., (2009), Media Pembelajaran,
Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Batubara, R,N., (2007), Implementasi
Meaningful Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa, Skripsi,
FMIPA, Unimed, Medan.
Dahar, R,W., (1996), Teori-Teori Belajar, Erlangga, Jakarta.
Djamarah,S,B.,dan Zain, A., (2006), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta,
Jakarta.
Hamid, A., (2009), Teori Belajar dan Pembelajaran, Program Pasca Sarjana Unimed,Medan
Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, (2009), Buku Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Mahasiswa Program Studi
Pendidikan, FMIPA Unimed.
Naibaho, A., (2010),
Implementasi Meaningful Learning Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Pada Pokok Bahasan Sistem Koloid,
Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.
Pasaribu, E (2002).
Implementasi Teori Ausubel pada
Pembelajaran Sifat Koligatif Larutan di SMU Badung Provinsi Bali, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan.
Purba, M., (2006), Kimia
Untuk SMA Kelas XI, Erlangga, Jakarta.
Rumansyah.,
(2002), Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa
Trhadap Konsep Persamaan Reaksi Kimia, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 035, Tahun ke-8, Maret 2002.
Sanjaya,W.,
(2006), Strategi Pembelajaran,
Kencana, Jakarta.
Silitonga,P,M.,
(2011), Statistik , FMIPA Universitas
Negeri Medan, Medan.
Slameto,(2010),Belajar & Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya,Rineka Cipta, Jakarta
Subagyo,Y.,
(2006). Pembelajaran Sains dengan
Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa,http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/
collect/ skripsi/ index/ assoc/HASH32ca/09e5ea9b.dir/doc.pdf diunduh pada tanggal 20 April 2011 pukul
13.12
Sudjana,
(2005), Metode Statistika, PT
Tarsito, Bandung.
Sutresna, N., (2005), Kimia SMA,
Grafindo, Bandung.
Suyanti,R.D, (2008), Strategi Pembelajaran Kimia, Program Pasca Sarjana Unimed,Medan.
Tambunan,M., dan Simanjuntak,A.,
(2009), Strategi Belajar Mengajar,
FMIPA UNIMED, Medan.
1 komentar:
mbak bisa tolong upload lampirannya tidak ? ,
Posting Komentar